"Should I kill myself? Or, have a cup a coffee" - Albert Camus
Posting sebelumnya, telah dijelaskan mengenai sebuah teka-teki yang seringkali membuat kita bingung dan bisa salah dalam menafsirkan terhadap segala apa yang akan, ingin ataupun sudah kita capai.
Experiencing self dan juga remembering self adalah dua buah hal yang berbeda. Yang pertama adalah berfokus pada saat ini dan yang kedua berfokus pada masa yang sudah lewat ataupun masa yang akan datang lewat sebuah mekanisme berpikir.
Menginjak tahun yang baru, banyak orang memiliki cita-cita atau target yang ingin dicapainya di tahun yang baru. Rasa-rasanya tidak ada orang satupun di dunia ini yang tidak pernah tidak memiliki cita-cita. Semua manusia pasti memiliki keinginan.
Ada orang yang berencana menikah ditahun yang baru, ada yang ingin punya jabatan baru, ada yang ingin naik gaji dan ada juga yang sekedar ingin menghilangkan kebiasaan buruk. Dibalik itu semua, jika diambil sebuah kesimpulan bahwa sebenarnya mereka menginginkan akibat. Hal seperti ini timbul dari remembering self. Namun, tidak semua orang bisa mewujudkannya. Sehingga diakhir tahun, mereka masih saja memimpikannya.
Hidup yang kita jalani sekarang adalah hidup yang kita mau. Jika kita menginginkan tubuh yang ideal, apakah kita sudah benar-benar menjalankan program diet dengan benar? Jika kita ingin menghilangkan kebiasaan buruk, apakah kita sudah memiliki kebiasaan baik untuk menggantikan kebiasaan buruk tersebut? Apa yang kita rasakan ketika mewujudkan cita-cita tersebut, merupakan bagian dari experiencing self. Terlepas dari apapun kejadian yang tidak bisa kita kontrol, setiap usaha pasti memiliki hasil. Kita mengatakan sukses, jika hasil yang kita capai sesuai dengan yang kita inginkan.
Hal lain yang perlu diketahui adalah setiap keinginan pasti akan memakan ongkos energi. Memikirkan cita-cita atau menentukan pilihan dalam hidup bisa membuat mental kita menjadi terkuras. Hal ini dikenal dengan "decision fatique". Itulah salah satu alasan mengapa CEO dari facebook mengenakan baju yang sama. Hal ini bertujuan supaya dia bisa mengalokasikan energinya untuk membuat keputusan ketika taruhannya tinggi.
Jika mencintai akibat, maka kita harus mencintai sebab. Sebab dan akibat merupakan sebuah satu kesatuan. Hal yang ingin dicapai oleh manusia sebenarnya bukanlah hal yang berwujud fisik. Segala apa yang diinginkan oleh hatilah yang menjadi dasar dari tiap cita-cita kita. Dan, ini semua sangatlah tergantung dari definisi kita akan hidup ini.
Bagaimanakah kita menterjemahkan arti sebuah kesuksesan itu? Apakah kesuksesan itu didasarkan pada segala apa yang kita punyai, misalkan jabatan yang bagus, istri cantik dsb ataukah didasarkan pada hal sederhana, misalkan dari feeling bahwa kita telah mengerjakan tugas kita dengan baik dan untuk itu, kita wajib berbangga hati terhadap hal tersebut.
Mana dari dua hal tersebut yang menurut anda lebih sesuai dengan definisi kesuksesan itu?
Hidup jarang tidak fokus ketika memikirkan bahwa pencapaian hidup selalu diukur dari hal-hal yang bersifat fisik. Semua orang pasti menginginkan hidup yang layak, namun memikirkan bahwa kita harus bekerja keras untuk mencapai hal tersebut, seringkali akan membuat orang hanyut dalam perasaannya. Pikiran jadi melantur kemana-mana. Hal inilah yang mendasari sifat menunda-nunda pekerjaan (procrastination) karena memikirkan apa yang harus kita lakukan saja sudah menguras mental kita.
"Should I kill myself? Or, have a cup a coffee" ," kata Albert Camus. Antara minum kopi atau bunuh diri bukanlah sebuah pilihan yang bias, namun menandakan sebuah penegasan bahwa kita harus mencari penegasan bahwa hidup yang kita jalani adalah benar-benar sangat berharga. Seteguk kopi yang kita minum dipagi hari memandakan bahwa kita siap untuk menjalani hidup ini.
Setiap dari kita pasti memiliki cita-cita. Namun, alangkah baiknya jika alih-alih terfokus pada cita-cita tersebut, kita berusaha untuk lebih menikmati perjalanannya karena sebab pasti akan menuntun ke akibat.
No comments:
Post a Comment