Sunday, July 15, 2018

Things We Wanted


Silahkan kunjungi situs aslinya disini.

Tak ada orang hidup didunia ini yang tak memiliki keinginan. Sebab, semua manusia memiliki antena yang bisa merasakan segala sesuatu. Senang, susah, sedih, bahagia.Semua mixed feeling itu kita semua alami tiap waktu sebagai respon dari tiap kondisi yang kita alami. Tentu, ego manusia adalah selalu merasakan keadaan senang dan bahagia. Maka, segala sesuatu yang dilakukan adalah untuk meraih simbol-simbol kebahagiaan.

Tentu saja simbol kebahagiaan adalah sesuatu yang terpisah dengan apa yang kita inginkan. Bahagia itu sifatnya abstrak, yang hanya bisa dirasakan dengan hati. Meskipun demikian, manusia hidup dalam sebuah komunitas dan lingkungan yang mampu memberikan social pressure bahwa kebahagiaan orang bisa tercapai apabila simbol kebahagiaan telah didapatkan.

Kita tidak akan mendebatkan hal tersebut. Tetapi, alangkah lebih baik membahas sebuah hal yang lebih practical tentang bagaimana mengelola diri kita agar kita tidak kehabisan bahan bakar atau burn out dalam meraih mimpi apapun yang kita inginkan. Konsistensi itu adalah hal yang sulit. Sebagaimana dinyatakan, manusia itu memiliki mixed feeling dari jam ke jam. Jika mood sedang jelek, seharian kita bisa saja hanya berbaring di tempat tidur. Konsistensi adalah daya tahan atau endurance. Bagaimana kita bisa konsisten dalam meraih apa yang kita inginkan?

Saya kira hal ini penting untuk dibahas daripada berkelumit dengan hal yang tujuannya adalah sekedar mencari-cari alasan atas kondisi mengapa kita belum bisa mencapai apa yang kita inginkan hingga saat ini.

Kiranya, beberapa baris diatas cukuplah sebagai awalan dalam membuka sebuah topik mengenai hal yang kita kejar dalam hidup. Kita akan menyelam lebih dalam lagi pada tulisan selanjutnya.

Keep Stay Tuned

Sunday, January 28, 2018

OfficeCorner: The focus must be on yourself

Ada sebuah jokes tentang seorang bos yang datang ke kantor pada suatu hari dan menunjukkan mobil barunya kepada salah seorang karyawannya,

Karyawannya berkata, "Wow, itu adalah sebuah mobil yang menakjubkan!"
Si Bos membalas, "Jika kamu bekerja keras, meluangkan semua waktumu dan berjuang sebaik-baiknya untuk mencapai yang terbaik, saya akan mendapatkannya lagi tahun depan."

Jokes ini mungkin hanya sekedar plesetan saja. Namun, bukan tidak mungkin, ada diantara kita yang menganggap guyonan ini bisa jadi sebuah hal yang terjadi dalam kenyataan.

Di Jepang, ada sebuah konsep yang dinamakan "Ikigai" yang berarti "sebuah alasan untuk menjadi". Dikatakan bahwa "Ikigai" ini adalah rahasia untuk mencapai kehidupan yang panjang dan bahagia.


"Ikigai" terdiri dari empat unsur yakni "pekerjaan", "keahlian", "misi" dan "gairah". Keempat elemen ini harus ada untuk mencapai "Ikigai". Apakah ke-empat elemen ini telah ada di hati kita ketika bekerja di perusahaan yang ditempati saat ini?

Bekerja pada sebuah perusahaan memiliki dinamikanya sendiri. Pada suatu saat, kita mungkin merasa nyaman, namun disaat yang lain bisa jadi kita merasa penuh tekanan. Satu hal yang perlu dipahami adalah bahwa business is business dan perusahaan hanya bisa berjalan jika menghasilkan keuntungan. Bahkan, ada sebuah artikel yang mengatakan bahwa karyawan yang tinggal di perusahaan yang sama selama lebih dari dua tahun dibayar 50% lebih sedikit. Silahkan baca disini.
 
Memiliki konsep "ikigai" penting, namun memperhatikan dinamika yang terjadi ketika bekerja di perusahaan merupakan sebuah hal yang tidak boleh untuk dihiraukan. When things go south, don't hesitate to pack yourself and move!  The focus must be on yourself. 

Terlepas dari apa yang telah kita lakukan, tidak ada garansi bahwa kita akan selalu mendapatkan sesuatu yang fair. Jokes seperti diungkapkan pada bagian awal posting bisa saja terjadi. Salah satu upaya untuk mendapatkan keuntungan adalah dengan menggaji karyawan dengan upah yang lebih rendah. Pay attenttion! Lebih-lebih jika lingkungan kerja anda sekarang membuat anda mengalami perasaan gelisah dan mungkin juga perasaan depresi.

Ada saat-saat ketika kita tidak ingin bekerja, namun kita harus tetap masuk, ada saat ketika kita harus lembur demi mengejar target meskipun merasa lelah dan mungkin juga ada saat ketika ada keluarga kita lebih membutuhkan kita, namun kita tidak ada karena harus bekerja. Yah, Business is business. Namun, terkadang juga lebih dari itu.

Memiliki teman kerja dimana kita bisa saling berbagi keringat dan darah adalah suatu hal yang bagus. Dan, mereka yang ingat kepada anda suatu saat mungkin bisa membantu anda. Ketika mereka mendapat tempat yang bagus di perusahaan lain, mereka bisa jadi akan mengajak anda. Namun, jangan samakan teman kerja anda dengan teman sepergaulan anda. Ada juga diantara teman anda bisa jadi menyalahkan anda ketika ada sesuatu yang tidak beres dalam pekerjaan. Begitupun juga dengan bos anda.  Ingat, tujuan anda dan mereka bekerja di situ adalah untuk mendapatkan SMS dari "Bank" tiap akhir bulan. Tentu tidak ada orang yang ingin kelihatan jelek dalam bekerja, apalagi jika dihadapkan dengan managemen. Apalagi jika terlihat kekanak-kanakan.

Terlepas dari apa yang telah perusahaan berikan, fokus pada diri sendiri harus dimiliki. Orang bisa datang ataupun meloncat dari satu "kapal" ke "kapal" yang lain. Kapal akan tetap meluncur, ada atau tidak ada kita di dalam kapal tersebut. Maka, mata uang yang paling berharga yang bisa kita miliki adalah waktu. Mengetahui kapan kita harus melompat dan bertahan dalam "kapal" bukanlah sebuah ketidakloyalan. Kita tetap "loyal" terhadap sisi profesionalitas kita. Orang bukanlah "komoditas" tetapi ia harus dipandang sebagai individu yang memiliki alasan untuk hidupnya sendiri sebagaimana dalam konsep "ikigai". Lagipula, tidak akan mungkin orang berpindah kapal jika ia merasakan bahwa segala apa yang dibutuhkannya tersedia.

Monday, January 22, 2018

I Thought I Knew : Life as a Story, Bagian-3 (Finale)

Count Dracula: To die, to be really dead, that must be glorious!
Mina : Why, Count Dracula!
Count Dracula: There are far worse things ... awaiting man ... than death. 
Mungkin anda pernah mendengar sebelumnya mengenai Dunning-Kruger Effect. Teori ini mengatakan mengenai sulitnya mengenali kemampuan diri sendiri yang malah terjadi pada orang-orang yang tidak memiliki pengalaman pada suatu bidang atau pada mereka yang baru saja masuk pada sebuah bidang yang baru.

Mereka cenderung memiliki kepercayaan yang sangat tinggi sekali jika dibandingkan dengan orang yang sudah berpengalaman. Bahkan, orang yang berpengalaman saja, hanya memiliki kepercayaan diri sebanding 70% saja jika dibandingkan dengan mereka yang baru pertama kali terjun ke dalam bidang tersebut. Apa yang sebenarnya terjadi tak lain adalah sebuah hasil kerja dari memori kita.

Remembering self berfokus pada memori. Otak manusia selain dipergunakan untuk merekam, ia bisa dipergunakan untuk mengimajinasikan hasil rekaman tersebut, mensintesis barang yang tidak pernah ada atau peristiwa yang tidak pernah terjadi dan hingga memunculkan sebuah ide. Maka, sebagian besar apa yang ada dalam memori kita adalah sebuah fiksi. Konsekuensinya adalah jika kita jarang melatih pikiran kita, resiko terbesarnya adalah hidup kita ini bisa terjebak dalam sebuah delusi. Semakin sedikit informasi yang didapat, akan semakin mudah kita mendapatkan sebuah fiksi. 

Di sisi lain, hidup manusia tidak akan pernah lepas dari cerita yang dibangunnya. Dalam masa-masa ketika beranjak dewasa, para remaja mulai mempersoalkan mengenai jati diri dan tujuan hidup. Untuk makhluk yang dikaruniai anugerah untuk bisa berpikir, hal ini menjadi penting karena akan menjadi titik tolak dalam hidupnya. Untuk hidup diperlukan energi, driving force, komitmen dan bahkan keberanian. Tanpa fiksi yang dibangun dan keyakinan yang mapan dari dalam diri, bagaimana manusia bisa menyatakan bahwa hidup yang ia jalani sekarang adalah hidup yang benar-benar berharga untuk dijalani. Dalam diri manusia ada sosok "aku" yang bersemayam dan selalu menemani.  Sosok "aku" bisa saja terlupakan di kala keramaian. Namun "aku" akan selalu ada dan semakin menunjukkan jati darinya ketika umur kita menua. "Aku" adalah seorang teman dikala diri kita sendirian, tanpa siapapun. "Aku" sanggup menghadapi apapun di dunia ini tetapi ia butuh konteks supaya bisa eksis.

Inilah yang membedakan manusia dengan makhluk lainnya dimuka bumi. Manusia mampu menahan derita dan menunda gratifikasi jika ia sudah memiliki keinginan yang kuat. Ayam tidak akan pernah bisa dipaksa untuk bisa bertelur setiap hari. Pada akhirnya ia akan mati. Namun, manusia bisa dipaksa untuk menyerahkan semua hartanya dengan cara tertentu. Manusia bisa melakukan dua buah hal yang sama, namun memiliki output perasaan yang berbeda. Ilustrasinya adalah bagaimana kita lebih percaya pada facebook atau google jika dibandingkan dengan pemerintah kita sendiri

Keteguhan dan sifat keras hati adalah hal spesial yang dimiliki oleh manusia. Hal ini adalah sebuah hal yang bagus jika memiliki tujuan yang mulia.  

Hidup tidak selalu menyenangkan. Ada peristiwa naik dan turun dalam kehidupan. Pertanyaan adalah hal abadi dalam diri manusia. Hal ini berfungsi seperti jarum kompas untuk mencari kemana arah kemana manusia melangkah. Utara dan selatan adalah fiksi yang kita bangun. Kompas harus selalu kita kalibrasi dengan pengalaman agar kita tahu apakah arah yang kita tuju apakah the true nord atau magnetic nord

There are far worse things ... awaiting man ... than death. 

Ketakutan terbesar dari manusia adalah bahwa dirinya sudah tidak dibutuhkan lagi. Hal paling penting yang perlu kita ketahui adalah tidak semua manusia sudah memiliki narasi atau tujuan dalam hidupnya. Namun, bagaikan sebuah kertas yang kosong, maka tuliskanlah cerita anda dengan cara membuka diri anda pada dunia ini. Ada banyak rasa yang patut untuk kita rasakan baik yang kelihatan maupun tidak. Lewat rasa itulah, manusia bisa menjadi kecanduan dengan hidup ini dan mampu mengalahkan ketakutan terbesarnya. Sehingga ia bisa merumuskan tujuan dan mengatakan bahwa my life is worth living.

Saturday, January 20, 2018

I Thought I Knew : Life as a Story, Bagian-2

"Should I kill myself? Or, have a cup a coffee" - Albert Camus

Posting sebelumnya, telah dijelaskan mengenai sebuah teka-teki yang seringkali membuat kita bingung dan bisa salah dalam menafsirkan terhadap segala apa yang akan, ingin ataupun sudah kita capai. 

Experiencing self dan juga remembering self adalah dua buah hal yang berbeda. Yang pertama adalah berfokus pada saat ini dan yang kedua berfokus pada masa yang sudah lewat ataupun masa yang akan datang lewat sebuah mekanisme berpikir.

Menginjak tahun yang baru, banyak orang memiliki cita-cita atau target yang ingin dicapainya di tahun yang baru. Rasa-rasanya tidak ada orang satupun di dunia ini yang tidak pernah tidak memiliki cita-cita. Semua manusia pasti memiliki keinginan. 

Ada orang yang berencana menikah ditahun yang baru, ada yang ingin punya jabatan baru, ada yang ingin naik gaji dan ada juga yang sekedar ingin menghilangkan kebiasaan buruk. Dibalik itu semua, jika diambil sebuah kesimpulan bahwa sebenarnya mereka menginginkan akibat. Hal seperti ini timbul dari remembering self. Namun, tidak semua orang bisa mewujudkannya. Sehingga diakhir tahun, mereka masih saja memimpikannya. 

Hidup yang kita jalani sekarang adalah hidup yang kita mau. Jika kita menginginkan tubuh yang ideal, apakah kita sudah benar-benar menjalankan program diet dengan benar? Jika kita ingin menghilangkan kebiasaan buruk, apakah kita sudah memiliki kebiasaan baik untuk menggantikan kebiasaan buruk tersebut? Apa yang kita rasakan ketika mewujudkan cita-cita tersebut, merupakan bagian dari experiencing self.  Terlepas dari apapun kejadian yang tidak bisa kita kontrol, setiap usaha pasti memiliki hasil. Kita mengatakan sukses, jika hasil yang kita capai sesuai dengan yang kita inginkan.

Hal lain yang perlu diketahui adalah setiap keinginan pasti akan memakan ongkos energi. Memikirkan cita-cita atau menentukan pilihan dalam hidup bisa membuat mental kita menjadi terkuras. Hal ini dikenal dengan "decision fatique". Itulah salah satu alasan mengapa CEO dari facebook mengenakan baju yang sama. Hal ini bertujuan supaya dia bisa mengalokasikan energinya untuk membuat keputusan ketika taruhannya tinggi.

Jika mencintai akibat, maka kita harus mencintai sebab. Sebab dan akibat merupakan sebuah satu kesatuan. Hal yang ingin dicapai oleh manusia sebenarnya bukanlah hal yang berwujud fisik. Segala apa yang diinginkan oleh hatilah yang menjadi dasar dari tiap cita-cita kita. Dan, ini semua sangatlah tergantung dari definisi kita akan hidup ini. 

Bagaimanakah kita menterjemahkan arti sebuah kesuksesan itu? Apakah kesuksesan itu didasarkan pada segala apa yang kita punyai, misalkan jabatan yang bagus, istri cantik dsb ataukah didasarkan pada hal sederhana, misalkan dari feeling bahwa kita telah mengerjakan tugas kita dengan baik dan untuk itu, kita wajib berbangga hati terhadap hal tersebut. 

Mana dari dua hal tersebut yang menurut anda lebih sesuai dengan definisi kesuksesan itu? 

Hidup jarang tidak fokus ketika memikirkan bahwa pencapaian hidup selalu diukur dari hal-hal yang bersifat fisik. Semua orang pasti menginginkan hidup yang layak, namun memikirkan bahwa kita harus bekerja keras untuk mencapai hal tersebut, seringkali akan membuat orang hanyut dalam perasaannya. Pikiran jadi melantur kemana-mana. Hal inilah yang mendasari sifat menunda-nunda pekerjaan (procrastination) karena memikirkan apa yang harus kita lakukan saja sudah menguras mental kita. 

"Should I kill myself? Or, have a cup a coffee" ," kata Albert Camus. Antara minum kopi atau bunuh diri bukanlah sebuah pilihan yang bias, namun menandakan sebuah penegasan bahwa kita harus mencari penegasan bahwa hidup yang kita jalani adalah benar-benar sangat berharga. Seteguk kopi yang kita minum dipagi hari memandakan bahwa kita siap untuk menjalani hidup ini. 

Setiap dari kita pasti memiliki cita-cita. Namun, alangkah baiknya jika alih-alih terfokus pada cita-cita tersebut, kita berusaha untuk lebih menikmati perjalanannya karena sebab pasti akan menuntun ke akibat.