Thursday, December 28, 2017

OfficeCorner: Welcome to CorporateLand for New Rats

Disadari atau tidak, sebagian besar umur manusia akan dihabiskan untuk bekerja, entah itu bekerja pada perusahaan sendiri, atau berwirausaha maupun bekerja di sebuah korporasi. Logikanya, pilihan yang nomor dua adalah yang memiliki kuantitas manusia yang lebih besar daripada yang pertama. Kita bekerja dalam sebuah komunitas, memiliki rekan kerja, yang kadang ada yang disukai maupun tidak, selalu membuat laporan yang diserahkan kepada bos kita dan mengikuti agenda dan aturan yang telah dibuat oleh perusahaan


Menginjak umur 22-23 tahun, biasanya kita akan masuk kedalam sebuah workforce. Bagi mereka yang kurang beruntung karena misalkan tidak bisa menempuh pendidikan tinggi, biasanya akan lebih dahulu bergabung ke dalam kelas pekerja dengan jenis pekerjaan yang kebanyakan akan bersifat kasar. 

Sewaktu anda masih belum bekerja, masih dalam masa pendidikan atau pengangguran, pernahkah kita membayangkan kehidupan yang akan kita alami di CorporateLand, dari Senin sampai Jumat, dari pukul sembilan pagi sampai sore, dan bisa jadi anda akan menghabiskan puluhan tahun umur anda untuk mendapatkan kebebasan finansial? Mungkin saja, seumur hidup, kita tidak akan pernah mencapai kebebasan finansial. Secara realistis, bisa kita hitung dari berapa gaji yang kita dapat pertahun dan jumlah pengeluaran untuk kebutuhan. Hal ini bagi sebagian besar orang, tentu sudah mereka pikirkan. 

Aspek keamanan dalam hidup, terutama secara finansial adalah hal yang dikejar oleh setiap orang. Maka dari itu, keamanan dalam hidup juga sangat bergantung dari keamanan dalam pekerjaan, misalkan resiko dari pemecatan. 


Semua yang diutarakan diatas, pada akhirnya akan membuat orang berlomba-lomba untuk mendapatkan apa yang mereka idamkan sebagai The Dream Job, yakni pekerjaan berpenghasilan tinggi, resiko rendah pemecatan, waktu yang fleksibel dan benefit yang lain. Semuanya untuk mengejar keamanan dalam hidup. Pada akhirnya, CorporateLand bisa jadi akan menjadi medan perang antar pekerja, i.e: saling berebut untuk mendapatkan kepercayaan si bos, peningkatan performa sehingga bisa naik jabatan/ gaji, etc. Hal ini bisa diibaratkan bekerja di CorporateLand berada dalam sebuah "rat race", sebuah pengejaran melelahkan, repetitif, membosankan, yang menguras pikiran dan waktu demi mendapatkan salah satunya adalah rasa aman berupa kebebasan fnansial. Selain itu ada juga rasa gengsi, dan masih banyak lagi. Sehingga tidak ada waktu untuk relaks, atau bekerja tanpa rasa enjoy. Hal ini biasa terjadi pada perusahaan yang mematok target dan deadline dimana juga terjadi persaingan antar perusahaan. Rasa kepuasaan hanya bisa didapat ketika telah memenuhi target dan mendapatkan bonus baik itu apresiasi dari bosa maupun kenaikan gaji/ pangkat.

Dalam rat race tersebut, juga tidak jarang kita menjadi korban, misalkan stress, emosi naik turun, rekan kerja menjatuhkan kita di hadapan bos dengan mencari alasan untuk menutupi kekurangan mereka, bahkan hingga kita harus menderita sakit. Bagi para new rat, fresh graduate, atau newcomer lingkungan CorporateLand bisa jadi akan membingungkan mereka. 

Sebagian besar waktu dan pikiran telah dihisap dari hidup mereka untuk bekerja yang entah sampai kapan mereka masih harus bergantung. Belum lagi, jika hak mereka masih harus dimanfaatkan oleh rekan kerja yang lebih senior, perusahaan mereka, bos mereka, hingga bahkan oleh pemerintah. 

Sometimes, CorporateLand is like a warfare. Seri "OfficeCorner" pada blog ini akan menyajikan sebuah insight menghadapi Warfare dalam CorporateLand dengan tujuan untuk survive dengan damage seminimal mungkin dan sekaligus memaksimalkan kesempatan yang ada untuk memenangkan setiap pertempuran. 
The problem with everybody who knows about the Game is sometimes the don't know about the Rules. Welcome to OfficeCorner Series.  
NOTE: Tidak semua dari anda akan setuju dan mengikuti apa yang ditulis di seri "OfficeCorner", namun paling tidak akan memberikan sebuah pengetahuan dalam hidup anda. Cheers

I Thought I Knew : Life as a Story, Bagian-1

Posting kali ini akan mambahas penelitian yang dilakukan oleh Pak Daniel Kahneman. Siapa Daniel Kahneman? Pernah ditulis dalam blog ini pada posting berikut. Salah satu video Daniel Kahneman pada event TED Talks berikut akan memberikan penjelasan pada apa yang akan kita bahas pada tulisan kali ini 

The riddle of experience vs. memory


Beliau juga telah membuat sebuah jurnal tulisan yang berhubungan dengan yang disampaikan pada video presentasi diatas yang bisa diakses disini. Pak Daniel Kahneman telah memberitahu kepada kita bahwa ada perbedaan antara ingatan yang tersimpan dalam otak kita dengan peristiwa mengalami sendiri secara langsung. Poin paling penting dari apa yang dijelaskan terletak pada pertanyaan yang Pak Daniel Kahneman ajukan, yaitu What keeps score?

Remembering self dan juga experiencing self, dua bagian kesadaran yang ada pada diri manusia. Namun, yang pertamalah yang merekonstruksi respon manusia terhadap apa yang ia alami dan kadangkala, jika diukur menggunakan ilmu pengetahuan menghasilkan reaksi yang tidak logis. Hal ini seperti yang dijelaskan oleh Pak Daniel Kahneman dalam presentasinya.

Apa yang dialami oleh manusia, akan tersimpan dalam memorinya. Ingatan ini merupakan sebuah mekanisme yang dimiliki oleh manusia sejak zaman primitif guna untuk bertahan hidup. Jika pernah merasakan sendiri menyentuh api dan rasanya panas. Maka, ingatan panas ini akan tersimpan di ingatan manusia. Oleh sebab itu, maka ia akan menghindari untuk menyentuh api karena ingatan akan rasa panas. Memori akan menghasilkan sebuah reaksi antisipasif dan seringkali pikiran membantu menyajikan visualisasi imajinatif ketika berhadapan dengan hal yang sama di masa depan.

Memori manusia berisi catatan-catatan akan kehidupan. Semakin lama manusia menjalani kehidupan, maka catatan-catatan ini akan menjadi semakin banyak dan membentuk sebuah cerita dalam hidup manusia. Catatan dalam memori kita tidak akan hilang meskipun tubuh dan pikiran kita beristirahat. Buktinya, kita masih ingat siapa diri kita ketika terbangun dari tidur. Kita masih bisa merasakan benci ketika bertemu orang yang menghina diri kita kemarin. Catatan dalam memori ibarat seperti makhluk hidup, ia akan tumbuh dengan sehat jika kita terus memberinya makan dan minum, dan akan layu dan mati jika kita tidak memperhatikannya. Hal ini sekaligus menjawab penelitian Pak Daniel Kahneman dalam jurnalnya berjudul "High income improves evaluation of life but not emotional well-being" 

Orang merasa bahwa penghasilan yang besar akan membuat hidup mereka lebih bahagia. Banyak orang percaya bahwa kekayaan akan membuat hidup menjadi lebih mudah, bisa diartikan seperti jauh dari tekanan hidup (stress), dan sebagainya. Nyatanya, hal tersebut tidaklah demikian adanya. Penghasilan yang besar tidaklah membuat orang menjadi lebih bahagia. Dalam kesehari-harian, mereka masih merasakan stress, perasaan marah, senang dan lain sebagainya sama seperti orang kebanyakan. Namun, berpenghasilan besar telah membuat perasaan puas akan hidup mereka dan tentu saja hal ini akan membawa perasaan bahagia.

Hal ini mirip dengan presentasi Pak Daniel Kahneman yang mengatakan bahwa orang yang pindah ke California lebih bahagia daripada yang memutuskan tetap tinggal di Ohio. Padahal, secara emosional, apa yang mereka alami dalam kehidupan sehari-hari tidaklah berubah. Cuaca bukanlah faktor yang terpenting yang mempengaruhi emosi mereka, namun ia dijadikan alasan bahwa tinggal di California masih lebih baik daripada di Ohio.      

Contoh selanjutnya mengenai pernikahan. Grafik berikut merupakan grafik mengenai tingkat kepuasan hidup terhadap pernikahan yang diekstrak dari buku Pak Daniel Kahneman yang berjudul Thinking, Fast and Slow
Dari gambar tersebut, orang memiliki kepuasaan hidup yang tinggi sebelum pernikahan. Bisa dipahami, bahwa hal demikian dikarenakan orang memiliki ekspektasi bahwa pernikahan akan membuat hidup mereka menjadi lebih bahagia. Namun, seiring berjalannya waktu pernikahan, kurva tersebut menunjukkan grafik yang cenderung turun. Setelah beberapa tahun setelah pernikahan, kepuasan hidup orang yang menikah hampir sama mengikuti grafik kepuasaan hidup seperti sebelum pernikahan. Orang tentu tidak akan membayangkan hal ini sebelumnya. Apalagi membayangkan bahwa mereka juga memiliki resiko untuk bercerai. Antara yang menikah dan belum menikah pada akhirnya bisa jadi tingkat kepuasaan hidupnya akan kembali sama. Hal ini bukan berarti bahwa pernikahan tidak membawa sebuah kebahagiaan, namun perubahan status tersebut akan merubah salah satu aspek dari kehidupan menjadi lebih baik dan membuat aspek yang lainnya menjadi lebih buruk.

Dari banyak contoh yang telah diterangkan diatas, kita telah belajar bagaimana memori membentuk sebuah opini yang kadangkala sangat bertolak belakang dengan apa yang kita alami secara langsung atau fakta menurut ilmu pengetahuan. Hal ini bisa membuat manusia bisa salah mengambil keputusan karena manusia bereaksi terhadap catatan yang ada dalam ingatan mereka. Sebuah pepatah mengatakan "Pengalaman adalah guru yang terbaik". Semakin banyak orang mengalami sebuah kenyataan, semakin luas fakta yang ia temukan. Sehingga ia bisa men-sarikan catatan ingatan yang membuat ia bertindak dengan benar. Hal ini menunjukkan kinerja pikiran terhadap catatan ingatan dalam membuat sebuah sudut pandang yang menghasilkan pemikiran untuk merespons sebuah peristiwa. Kita akan bahas hal ini di tulisan berikutnya.

bersambung ...

Saturday, December 2, 2017

Penasaran

Membicarakan sesuatu sebenarnya menjadi lebih mudah jika kita bisa mengidentifikasikan apa yang dibicarakan. Salah satunya adalah dengan memberi nama. Mulai dari membicarakan orang, misalkan Si Udin, ataupun bisa jadi membicarakan hewan, misalnya ikan lele, ataupun peristiwa, misalnya jatuh. Maka "nama" adalah sesuatu yang sebenarnya merupakan hasil dari reaksi manusia terhadap alam sekitar. Diri sendiripun sudah barang pasti memiliki nama, maka selain sebagai "obyek", sebenarnya manusia juga menjadi "subyek" bagi dirinya sendiri. Ada rasa yang bernama "aku" yang tumbuh dalam diri manusia, selain dia juga mengenal jenis manusia lain yang ada disekitarnya.

Maka karena sudah ada "nama", rasa "aku" ini juga merupakan sebuah rasa yang khas yang dimiliki oleh tiap manusia. Rasa "aku" sebagai pribadi ini tidak bisa diwakilkan. Layaknya rasa sakit yang hanya diri kita sendiri yang bisa merasakannya.

Lebih jauh lagi, si "aku" hidup dalam sebuah dunia dimana ia berinteraksi dengan alam di sekitarnya. Manusia merasakan sakit karena merupakan sebuah mekanisme yang didasari oleh rasa "hidup". Timbullah rasa untuk bisa beradaptasi dengan lingkungan sekitarnya. Oleh karena itu, manusia dengan dibantu pikirannya berusaha untuk memahami apa yang dilihat, apa yang disentuh dan sebagainya sebagai sebuah upaya untuk bertahan hidup. Apa yang akan dialaminya, akan disimpan dalam sebuah ingatan. Antara ingatan dengan barang yang aslinya tentu saja sangat berbeda. Dalam ingatan, hanya terdapat potret barang atau kejadian yang telah terjadi. Jadi sesuatunya sudah tidak ada lagi. Pikiran yang dimiliki oleh manusia tidak hanya bisa digunakan untuk memotret, tetapi juga untuk membentuk ide, gagasan dan lain sebagainya. Maka, kita bisa melihat bagaimana manusia mengembangkan alat-alat yang tidak pernah ada di zaman sebelumnya. Misalnya, pesawat terbang. 

Pesawat terbang merupakan alat yang dihasilkan dari hasil pemikiran manusia. Dahulu sekali, manusia masih belum mengenal barang pesawat terbang tersebut. Namun, berkat daya olah pikir manusia disertai dengan keinginan untuk bisa bepergian dari satu tempat ke tempat lainnya, manusia menciptakan pesawat. 

Maka jika dirunut, segala yang kita miliki saat ini adalah hasil dari keinginan yang dimiliki oleh manusia yang bisa diakomodasi oleh pikiran manusia. Inti dari gerakan manusia adalah "keinginan".


Pada suatu kesempatan, ketika saya duduk santai di pinggir sebuah jalan raya. Melihat bagaimana lalu lalang mobil/ motor yang melintas dalam hitungan detik lewat di depan mata saya. Sesekali saya coba iseng menghitung banyaknya mobil/ motor. Namun, satu hal yang selalu membuat saya takjub adalah memikirkan apa yang ada di pikiran para pengendara mobil/ motor tersebut.

Apakah gerangan yang membuat mereka rela berpindah dari satu tempat ke tempat lainnya di penjuru bumi ini. Apa yang sedang mereka pikirkan? Apa yang mereka inginkan dari tiap pergerakan yang mereka lakukan? Dari sebegitu banyaknya manusia di dunia ini, maka akan begitu banyak jumlah keinginan yang ada di dunia ini. Dengan sebegitu banyaknya keinginan, jika Tuhan melihat kesemuanya itu, apakah Dia tidak merasa kebingungan.